- Judul Film: Sophia Grace and Rosie's Royal Adventure
- Waktu: 1 jam 42 menit 55 detik
- Aktris: Sophia Grace (sebagai Sophia Grace), Rosie McClalland (sebagai Rosie), Margaret Clunie (sebagai Putri Abigail)
- Sinopsis: Dua aktris cilik bernama Sophia Grace dan Rosie mendapatkan undangan untuk menghadiri penobatan salah satu dari Putri Kerajaan Switzelvania sebagai Ratu Kerajaan Switzelvania yang baru. Sesampainya di Negara Switzelvania, Sophia Grace dan Rosie bertemu dengan Putri Imogen (Putri tertua Kerajaan Switzelvania), Putri Cordellia (Putri kedua Kerajaan Switzelvania), dan Putri Abigail (Putri bungsu Kerajaan Switzelvania). Sophia Grace dan Rosie yang menyukai Putri Abigail atas kebaikan, keramahan, dan kegemaran Putri Abigail kepada tokoh superhero di komik memutuskan untuk melatih dan mengajari Putri Abigail agar bisa menjadi Putri Kerajaan Switzelvania yang anggun dan menjadi Ratu Kerajaan Switzelvania selanjutnya.
Analisis
Psikologi Komunikasi terhadap film
“Sophia Grace and Rosie’s Royal Adventure”
“Sophia Grace and Rosie’s Royal Adventure”
Film “Sophia Grace and Rosie’s Royal
Adventure” yang bercerita mengenai dua artis cilik Sophia Grace dan Rosie
menjelang acara penobatan Ratu Negara Switzelvania bila dikaitkan dengan
Komunikasi Interpersonal maka cenderung menggunakan teori peranan.
Teori Peranan memaknai hubungan
interpersonal sebagai panggung sandiwara, yaitu setiap orang harus memainkan
perannya sesuai dengan naskah yang dibuat oleh “masyarakat”. Pada film
tersebut, Putri Abigail yang merupakan keturunan Raja Edward dari Kerajaan
Switzelvania diharuskan bersikap dan bertindak layaknya seorang putri, karena
dalam lingkungan masyarakatnya, Putri Abigail memegang naskah sebagai seorang
putri dan calon Ratu Switzelvania.
Akan tetapi, pada film ini lebih
menekankan kasus di mana seorang Putri di sebuah kerajaan, bukannya bertindak
sebagai Putri Kerajaan, namun malah senang berkostum tokoh pahlawan komik.
Teori peranan komunikasi interpersonal di kerajaan tersebut tidak akan
berkembang baik karena sikap Putri Abigail yang tidak memenuhi role expectation, role demands, dan
memiliki role skills.
Hal tersebut dapat dibuktikan pada
beberapa kalimat tokoh di film tersebut:
- Pada menit ke 22:21 saat Sophia Grace bertanya alasan Putri Abigail ingin menjadi seorang Artemis, tokoh superhero kegemaran Putri Abigail. “If you are Princess Abigail, why do you want to be Artemis?”
Dari
pertanyaan Sophia Grace, dapat dikatakan bahwa ada role expectation yang diharapkan dari Sophia Grace namun tidak
dilakukan oleh Putri Abigail.
- Pada menit ke 46:41 saat Putri Imogen, kakak tertua Putri Abigail berkata kepada Sophia Grace dan Rosie saat kedua artis cilik itu berkata ingin menjadikan Putri Abigail sebagai Ratu, “Abigail isn’t ready, she likes comfort zone.”
Pernyataan
Putri Imogen membuktikan adanya role
skills yang diperlukan Putri Abigail untuk menjadi seorang Ratu, namun
Putri Abigail belum memilikinya karena masih mempertahankan keyakinan awalnya
bahwa ia ingin menjadi tokoh superhero Artemis.
- Pada menit ke 59:37 saat Putri Abigail berkata pada Raja Edward, “My name is Princess Abigail, and I’m gonna fight for my people.”
Pernyataan
yang dikeluarkan oleh Putri Abigail kepada Raja Edward membuktikan adanya role demands sebagai seorang Putri
Kerajaan Switzelvania dan seorang calon Ratu Kerajaan Switzelvania yang
memiliki tuntutan tugas melindungi dan bertarung demi rakyat Switzelvania.
Oleh karena itu, demi mengembalikan
keadaan seperti semula agar teori peranan komunikasi interpersonal di kerajaan
tersebut berkembang dengan baik dan Putri Abigail menjadi seorang Ratu, Sophia
Grace dan Rosie membantu memberikan pelatihan ”How to be a Princess” kepada Putri Abigail dan meyakinkan sang
Putri bahwa dirinya layak menjadi Ratu Switzelvania.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar