Kamis, 01 Oktober 2015

Komunikasi Interpersonal di dalam FILM

KARINA BANOWATI (1502140195)
  • Judul Film: Sophia Grace and Rosie's Royal Adventure
  • Waktu: 1 jam 42 menit 55 detik
  • Aktris: Sophia Grace (sebagai Sophia Grace), Rosie McClalland (sebagai Rosie), Margaret Clunie (sebagai Putri Abigail)
  • Sinopsis: Dua aktris cilik bernama Sophia Grace dan Rosie mendapatkan undangan untuk menghadiri penobatan salah satu dari Putri Kerajaan Switzelvania sebagai Ratu Kerajaan Switzelvania yang baru. Sesampainya di Negara Switzelvania, Sophia Grace dan Rosie bertemu dengan Putri Imogen (Putri tertua Kerajaan Switzelvania), Putri Cordellia (Putri kedua Kerajaan Switzelvania), dan Putri Abigail (Putri bungsu Kerajaan Switzelvania). Sophia Grace dan Rosie yang menyukai Putri Abigail atas kebaikan, keramahan, dan kegemaran Putri Abigail kepada tokoh superhero di komik memutuskan untuk melatih dan mengajari Putri Abigail agar bisa menjadi Putri Kerajaan Switzelvania yang anggun dan menjadi Ratu Kerajaan Switzelvania selanjutnya.



Analisis Psikologi Komunikasi terhadap film
“Sophia Grace and Rosie’s Royal Adventure”

            Film “Sophia Grace and Rosie’s Royal Adventure” yang bercerita mengenai dua artis cilik Sophia Grace dan Rosie menjelang acara penobatan Ratu Negara Switzelvania bila dikaitkan dengan Komunikasi Interpersonal maka cenderung menggunakan teori peranan.

            Teori Peranan memaknai hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara, yaitu setiap orang harus memainkan perannya sesuai dengan naskah yang dibuat oleh “masyarakat”. Pada film tersebut, Putri Abigail yang merupakan keturunan Raja Edward dari Kerajaan Switzelvania diharuskan bersikap dan bertindak layaknya seorang putri, karena dalam lingkungan masyarakatnya, Putri Abigail memegang naskah sebagai seorang putri dan calon Ratu Switzelvania.

            Akan tetapi, pada film ini lebih menekankan kasus di mana seorang Putri di sebuah kerajaan, bukannya bertindak sebagai Putri Kerajaan, namun malah senang berkostum tokoh pahlawan komik. Teori peranan komunikasi interpersonal di kerajaan tersebut tidak akan berkembang baik karena sikap Putri Abigail yang tidak memenuhi role expectation, role demands, dan memiliki role skills.

            Hal tersebut dapat dibuktikan pada beberapa kalimat tokoh di film tersebut:

  1. Pada menit ke 22:21 saat Sophia Grace bertanya alasan Putri Abigail ingin menjadi seorang Artemis, tokoh superhero kegemaran Putri Abigail.If you are Princess Abigail, why do you want to be Artemis?”
Dari pertanyaan Sophia Grace, dapat dikatakan bahwa ada role expectation yang diharapkan dari Sophia Grace namun tidak dilakukan oleh Putri Abigail.


  1. Pada menit ke 46:41 saat Putri Imogen, kakak tertua Putri Abigail berkata kepada Sophia Grace dan Rosie saat kedua artis cilik itu berkata ingin menjadikan Putri Abigail sebagai Ratu, “Abigail isn’t ready, she likes comfort zone.”
Pernyataan Putri Imogen membuktikan adanya role skills yang diperlukan Putri Abigail untuk menjadi seorang Ratu, namun Putri Abigail belum memilikinya karena masih mempertahankan keyakinan awalnya bahwa ia ingin menjadi tokoh superhero Artemis.


  1. Pada menit ke 59:37 saat Putri Abigail berkata pada Raja Edward, “My name is Princess Abigail, and I’m gonna fight for my people.”
Pernyataan yang dikeluarkan oleh Putri Abigail kepada Raja Edward membuktikan adanya role demands sebagai seorang Putri Kerajaan Switzelvania dan seorang calon Ratu Kerajaan Switzelvania yang memiliki tuntutan tugas melindungi dan bertarung demi rakyat Switzelvania. 


            Oleh karena itu, demi mengembalikan keadaan seperti semula agar teori peranan komunikasi interpersonal di kerajaan tersebut berkembang dengan baik dan Putri Abigail menjadi seorang Ratu, Sophia Grace dan Rosie membantu memberikan pelatihan ”How to be a Princess” kepada Putri Abigail dan meyakinkan sang Putri bahwa dirinya layak menjadi Ratu Switzelvania.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar