Sabtu, 12 September 2015

Paul Felix Lazarsfeld and Mass Media


https://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/thumb/d/d4/Lazarsfeld.jpg/220px-Lazarsfeld.jpg
In the first 20th Century, Vienna is the most city which has delivered many important thinkers in the history of Western thought. Karl Popper, Ludwig Wittgenstein, Otto Neurath, Hans Hahn, and Paul Felix Lazarsfeld were born from Vienna.

Lazarsfeld was born on 13rd February 1901 in Jewish Family. He was a genius. He got his doctorate in 24 years old with topic: The Application Dissertations of Einstein's Gravity Theory over Mercury's Movement. After his graduated, he joined with the Vienna Circle group that membered Neurath, Hahn, Rudolf Carnap, Phillip Frank, and Victor Kraft. 

http://spiritofcontradiction.eu/wp-content/uploads/2013/04/Vienna-Circle.jpeg
The Vienna Circle is the group which had aspiration to merge the science despite from metaphysic values. They inspired by Ludwig Wittgenstein's thought which was stated in his book, Tractatus Logico-Philosophicus.

In the phase with Vienna Circle, Lazarsfeld with his amazing skill in math, he started to do research such as radio listener syrvey. In 1933, he wrote his first book about the unemployment influence to society titled Die Arbeitslosen von Marienthal.

http://www.dasrotewien.at/bilder/d32/Jahoda_Marie_TF2_W.jpg
In 1933, the Rockefeller Foundation fund his journey to United States of America in order to give some advices for some universities about social research. Unfortunately, when his scholarship ended he wasn't able to going home caused of politic issue. By his friend in the USA, Robert S. Lynd, Lazarsfel gained favours to maintain his USA nationality.

It was a right choice for Rockefeller Foundation to be funded Lazarsfeld with big number of money. For example, in 1937, He thought about how to getting know the listener radio's responses. To handle it, Lazarsfeld introduced opinion survey method. Opinion survey method is the newest inovation at that time, That method well known as two-step flow of communication. This method explain about, the public would be distrusted to mass media, if in that mass media there is no opinion leader. It means, mass media is amplificating opinion from someone who has reputation in society. Only that way, mass media would be able to be followed.

Lazarsfeld was a role model at that time. He had selected as President of American Association for Public Opinion Research and American Sociological Association because of developed 2 things: Public Opinion Survey and Social Science Development.

Though, he has a lot contribution towards quantitative approach "social mathematics". He thought that the qualitative research and quantitative reseach were not supposed to be distinguished clearly. Both of those researches could be studied together or completed each other. Lazarsfeld died at the age of 75 years old in Newark, New Jersey, USA.

Source: Maulana, Syarif. 2015. Filsafat Komunikasi: Dari Sokrates hingga Buddhisme Zen. Bandung. Publika Edu Media

Rabu, 09 September 2015

ANALISIS 4 CERPEN DIHUBUNGKAN DENGAN PERSPEKTIF PSIKOLOGI KOMUNIKASI MANUSIA


CERPEN I
  
Judul Cerpen:          
Nin’ (terbit di buku antologi puisi ‘Renungan Hidup’) oleh Lucy Pujasari Supratman

Analisis:         
Analisis dari cerita pendek pertama yang berjudul “Nin”.
Kebanyakan dari kisah diatas jika dihubungkan dengan perspektif psikologi komunikasi manusia banyak menggunakan teori Humanistik yaitu manusia yang dipandang eksistensinya terhadap cinta, kreativitas, nilai, makna, dan pertumbuhan pribadinya, yang dimana Si pencerita atau Lucy ini dan semua tokoh didalamnya sedang merasakan kesedihan yang mendalam karna telah kehilangan Nin (Nenek) yang sangat mreka cintai. Berikut beberapa potongan narasi yang menyatakan bahwa cerita pendek ini banyak mengandung atau menggunakan teori Humanistik:
1.      “Cy, Nin meninggal tadi shubuh..Nin meninggal cy”, Bunda berteriak histeris sesaat tiba di rumah duka.
·         Berteriak histeris, perasaan yang menyimbolkan kekagetan-sedih yang terlalu dalam terlalu dalam.
2.      “Pemukiman yang menggoreskan beragam kenangan indah dalam buku cerita masa kecilku”
·         Lucy sang tokoh utama yang sedang mengenang kenangan indah dulu bersama Nin-nya, yang dimana sewajarnya manusia mengenang masa indah kepada orang terkasih.
3.      “Beragam pelangi kurasakan bersama Nin.Sebagai cucu pertama,”
·         Masih sama dengan diatas, Lucy kembali mengenang suasana indah nan bahagia bersama Nin-nya.
4.      “Nin pantang menikah lagi.Nin setia pada kakek.”
·         Kesetiaan, hanya bisa dimiliki oleh seseorang yang mau berusaha menjaga cinta tulusnya.
Namun dalam cerita pendek ini ada satu yang saya dapatkan menggunakan teori Psikokognitif, yaitu manusia dipandang sebagai makhluk yang selalu berusaha menjaga keajegan dalam system kepercayaannya. Berikut satu penggalan narasi yang menggunakan teori Psikokognitif:
1.      “Bunda belajar kemandirian”
Belajar, kegiatan manusia yang aktif berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.



CERPEN II
              
Judul Cerpen:
Mencari Kematian (terbit di Koran GALAMEDIA) oleh Lucy Pujasari Supratman


Analisis:
Sungguh cerita yang mengenaskan namun seram jika dibayangkan. Jujur saja, cerpen ini sedikit namun dapat menghipnotis pembaca, khususnya kami. kami merasa langsung membawa diri kami menjadi tokoh “Aku”. Tak terbayang bagaimana buruknya kehidupan kami. Kemudian masuk dalam analisis yang berhubungan dengan psikologi komunikan.
            Menurut kami cerita pendek yang berjudul “Mencari Kematian” mengandung teori Humanistik, Psikioanalisis, dan Behaviorisme. Yang dimana di jelaskan sebagai berikut:

1.      Humanistik
a.   Dalam cerita pendek ini tokoh “Aku” menjelaskan bahwa ia membenci ibu dan bapak kandungnya yang telah membuangnya sesaat ia masih bayi. Kebencian; merasa sangat tidak suka. Yang perasaan ini wajar terjadi terhadap beberapa manusia bila ia disakiti oleh orang lain. Berikut penggelan narasi yang membuktikan kebencian dari tokoh “Aku” ini:

Seorang wanita yang sangat tepat  dijuluki sebagai wanita medusa.  Ya, wanita yang berwujud kepala ular.

Mudah-mudahan Tuhan mengutukmu!  Aku juga mengutukmu serta lelaki bejat yang memberi sperma di ovum ular.  Entah itu karena kebablasan atau apalah.   Rasanya tak pantas bagiku memanggilmu ibu.  Karena bagiku seorang ibu adalah wanita yang bisa memberikan kehangatan jiwa.

b.      Penggunaan Humanistik pun juga dirasakan dalam penggelan narasi di cerita pendek ini, yang mengungkapkan tokoh si “Aku” merasa bahagia saat ia dipungut oleh lakilaki dan dipertemukan dengan wanita yang menyejukkan hati nya, yang pantas di katagorikan sebagai ibu menurutnya. Beriku penggelan narasinya:

Sedang wanita ini justru  begitu menyejukkkan.  Dia menggendongku, lalu mulai menetekikudengansusubotol

c.       Namanya orangtua bagaimanapun anaknya menyakitkan, beliau selalu memaafkan. Sekalipun itu perbuatan yang membuat nama baiknya tercoreng. Contohnya dengan penggalan narasi ini, tokoh si “Aku” hamil diluar nikah, dan orangtua angkatnya memaafkan serta mendukung untuk dibesarkan si jabang bayi yang dikandung oleh anak angkatnya itu.

Mereka menyuruku membesarkan si jabang bayi.  Tak terbesit rasa kekesalan di hati kedua orang tua angkatku.  Hingga suatu saat aku mengalami keguguran.  Mereka tidak juga kesal….
d.      Dendam, perasaan ingin membalas kekesalan masa lampau yang tak kunjung puas untuk dapat memaafkan. Tokoh “A” menjadi pendendam ketika ia ditinggal lari oleh pacarnya dengan keadaan ia sedang mengandung.

Setelah pengkhianatan pacar pertama, aku menjadi lebih pendendam.  Aku jadi lebih suka mematukan bisaku pada setiap adam daripada menjalin hubungan serius.

2.      Psikioanalisis
Penggalan narasi ini menceritakan tokoh “Aku” dan  tokoh Bram tidak bisa menahan Id-nya karna ia mengikuti superego daripada ego-nya.

Namun aku jadi bejat, karena pacarku bejat.   Setelah menghamiliku, dia malah lari dari tanggung jawab.  Betapa bodohnnya menelan mentah rayuan buaya.

Bram jadi ketagihan.  Dia bilang, ”Melakukan hal ini merupakan suatu euphoria tiada akhirnya bagiku

3.      Behaviorisme
Kebiasaan hidup tokoh “Aku” setelah ia dimasukan ke rumah bordil oleh orangtua angkat nya, kehidupan “Aku” semakin buruk dan mengakibatkan ia mengidap penyakit AIDS.
Di rumah bordil, aku langsung menjadi primadona para hidung belang.  Meneruskan cita-cita Ibu kandungku, si ular phyton.  Hingga aku terkena AIDS karena seringnya berganti-ganti pasangan setiap malam.


CERPEN III

Judul Cerpen:
KACA (terbit di Koran Pikiran Rakyat) oleh Lucy Pujasari Supratman


Analisis:



  
CERPEN IV

Judul Cerpen:
Sang Jiwa (terbit di Koran GALAMEDIA) oleh Lucy Pujasari Supratman

Analisis:
Dalam cerita pendek yang berjudul “Sang Jiwa” ini ada 2 teori perspektif psikologi komunikasi yang dipakai, yaitu Psikokognitif dan Humanistik. Berikut penjelasannya:
1.      Psikokognitif:
Dia berpikir cinta itu aneh padahal orang-orang bilang cinta itu buta karena dia mencintai seseorang namun hatinya menolak. Dengan begitu artinya, Dia membuat pernyataan sendiri dari apa yang dia rasakan.
Orang berkata cinta itu buta.. Akh, apanya yang buta! Justru cinta itu aneh. Aku pun merasakan itu karena mencintai seorang lelaki namun hatiku menolaknya

2.      Humanistik
a.       Kecintaan yang dirasakan setiap hamba kepada Tuhannya
Aku tahu bahwa cinta yang paling tinggi itu hanya pada Tuhan.
b.      Tokoh “Aku” Munafik, berpura-pura tidak tahu atas cinta tokoh Jiwa ke dia.
Aku tidak mengakui Jiwa padahal kesetiannya padaku tak terelakan.
c.       Tokoh “Aku” berprasangka buruk, menganggap semua laki-laki tidak mau bercinta dengan wanita tua.

Lelaki? Huh, jelas saja mereka tak mau bercinta dengan wanita berbau tanah dan miskin.

Jumat, 04 September 2015

Self Analysis

Peggy Jatvika
        Analisis Diri

Salam kenal………
Saya Peggy Jatvika 17 tahun asal Kota Bandung saat ini sedang berkuliah di Universitas Telkom jurusan Ilmu Komunikasi. Sebelum berkuliah di Universitas Telkom, saya bersekolah di SMK Negeri 7 Kota Bandung dengan jurusan Analisis Kimia. Banyak orang bertanya kenapa jurusan yang saya pilih saat saya berkuliah sangat tidak berhubungan. Banyak orang menyayangkan kenapa saya harus memilih jurusan yang berbeda jauh dengan jurusan di SMK, dan tidak sedikit pula orang yang akhirnya membicarakan jurusan yang saya pilih bahkan seolah menjadi tidak suka dengan diri saya karena mereka menganggap bahwa jurusan yang saya pilih saat kuliah adalah pilihan yang salah. Sebenarnya alasan kenapa saya memilih jurusan Ilmu Komunikasi adalah pertama, karena saya tidak suka exact saya lebih suka hafalan dan bacaan dibandingkan dengan rumus-rumus. Kedua, karena saya memiliki keinginan atau cita-cita untuk bekerja di bidang broadcasting nantinya, saya memiliki mimpi untuk bisa menjadi Team Creative, Produser, Floor Director, dan juga CEO sebuah Televisi swasta.

Sebelum membuat keputusan bahwa saya memilih Ilmu Komunikasi pada saat berkuliah banyak hal yang saya pertimbangkan mulai dari apa saja yang akan dipelajari di jurusan IKOM? bagaimana prospek lulusanya? termasuk mempertimbangkan kritik serta saran dari orang orang terdekat seperti Ayah, Ibu, Bude, dan Kaka Sepupu. Selain itu saya juga mempertimbangkan perbincangan perbincangan orang orang sekitar seperti para tetangga, guru di sekolah, wali kelas, dan teman-teman yang pada saat itu lebih banyak tidak mendukung keingingan saya untuk mengambil jurusan Ilmu Komunikasi sebagai jurusan saya dengan alasan “sayang sudah cape cape belajar kimia tapi kuliahnya beda” atau “nanti kalo ambil IKOM belajarnya mulai dari nol lagi, mending ambil Kimia”. Tapi akhirnya setelah melalui beberapa tahapan saya memutuskan untuk mengambil jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Telkom tapi tetap dengan memberikan alasan alasan logis kepada mereka mereka yang masih bertanya.

Dilihat dari Konsepsi Manusia Komunikan, pengalaman saya diatas termasuk kedalam Psikoanalisis dimana pengalaman tersebut berkaitan dengan Id, Ego, dan Superego yang ada dalam diri saya. Dapat dilihat dari bagaimana proses saya saat akan mengambil keputusan, banyak hal yang saya pertimbangkan walaupun sebenarnya ego di dalam diri saya sudah yakin dan percaya bahwa Ilmu Komunikasi adalah jurusan yang tepat dan yang saya inginkan dari dulu. Banyaknya informasi mengenai jurusan yang ingin saya pilih dan banyaknya pembicaraan orang terhadap saya dan apa yang akan saya lakukan membuat superego dalam diri saya terus meningkat dan menekan semua tekad bulat yang sudah saya buat. Dari pengalaman diatas, setelah saya akhirnya tidak diterima di PTN dengan jurusan yang orang tua saya harapkan tingkat ego dan superego dalam diri saya sama sama tinggi karena pada saat itu saya merasa lebih yakin bahwa Ilmu Komunikasi adalah jurusan yang tepat untuk saya dan ego saya masih tetap menekan superego dengan pikiran pikiran negatif karena mendengar pernyataan dari orang-orang terdekat. Namun dari pengalaman saya diatas, pada akhirnya superego dan ego yang ada berhasil berkompromi dan menghasilkan keputusan yang baik.

www.simplypsychology.org

Dalam membuat keputusan pasti menimbulkan pergolakan batin karena adanya Id, Ego, dan Superego dalam diri yang kadarnya masing-masing tidak sama, tapi keputusan tetaplah keputusan yang harus tetap diambil, dijalankan, serta diterima termasuk bila ada konsekuensinya.

Demikian adalah sedikit pengalaman saya dan analisisnya berkaitan dengan Konsepsi Manusia Komunikan, tapi bukan hanya pada pengalaman diatas saja tapi hampir di setiap pengambilan keputusan berdasarkan pada hasil kompromi dari Id, Ego, dan Superego yang ada dalam diri saya. Dan menurut Konsepsi Manusia Komunikan saya termasuk pada Psikoanalisa.
TERIMAKASIH
Oleh :
Peggy Jatvika
1502140229

Self Analysis

Sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dengan jarak umur yang cukup jauh, saya cenderung menganggap diri saya lebih dari adik-adik saya dan seringkali meremehkan mereka. Contohnya adalah ketika adik saya yang pertama meminta tolong untuk dibantu mengerjakan tugas sekolahnya, saya meremehkannya dengan mengejeknya karena merasa saat saya seumur dia saya bisa melakukan hal tersebut seorang diri.

Tidak hanya kepada adik, saya terkadang memiliki pandangan negatif terhadap orang sekitar. Asumsi-asumsi negatif selalu bermain di kepala saya ketika saya melihat seseorang. Tapi bukan asumsi negatif meremehkan, melainkan lebih kepada "apakah saya dapat diterima oleh dia sebagai teman?" atau "apakah dia merasa terganggu dengan intonasi nada suara saya?" atau "apakah ia membenci saya karena sifat keras kepala saya?"

Saya juga selalu memutuskan segala sesuatu berdasarkan apa yang saya ketahui dan menyesuaikan dengan cara berpikir saya. Hal yang tidak memuaskan saya akan membuat saya kesal dengan cepat, entah itu hal besar maupun hal kecil.

Hingga akhirnya ibu saya sering menasihati saya untuk menjadi pribadi yang sabar dan lebih baik lagi dalam berpikir dan bertindak. Dan sering menasihati saya untuk memandang segala hal dari sudut yang positif.


Berdasarkan pernyataan saya di atas, menurut saya dapat dikaitkan dengan konsepsi manusia humanisme.

Konsepsi humanisme menurut Carl Rogers adalah sebagai berikut:
  1. Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi di mana sang Aku, Ku, atau Diriku (the I, Me, or Myself) menjadi pusat. Perilaku manusia berpusat pada 'konsep diri', yaitu persepsi manusia tentang identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah, yang muncul dari suatu medan fenomenal… medan keseluruhan pengalaman subyektif seorang manusia yang terdiri dari pengalaman-pengalaman Aku dan Ku dan pengalaman yang "bukan Aku".
  2. Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri.
  3. Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya. Ia bereaksi pada "realitas" seperti yang dipersepsikan olehnya dan dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya.
  4. Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri berupa penyempitan dan pengkakuan (rigidification) persepsi dan perilaku penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego seperti rasionalisasi.
  5. Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan keutuhan diri. Dalam kondisi yang normal ia berperilaku rasional dan konstruktif serta memilih jalan menuju pengembangan dan aktualisasi diri.
(sumber: http://yuhibu2.blogspot.co.id/2009/10/konsep-manusia-dalam-pandangan.html)

Saya berpendapat bahwa pernyataan saya dapat dikaitkan dengan konsepsi humanisme karena saya berpusat pada diri saya sendiri untuk mempertahankan dan mengaktualisasikan diri. Saya juga hanya bertindak berdasarkan pemikiran diri sendiri walau terkadang memikirkan bagaimana pendapat orang lain terhadap diri saya.

Karina Banowati, 1502140195

MENGANALISA KASUS

Nama : Ivalia Rizkita Putri

NIM : 1502144175

ANALISIS KASUS PEMBUNUHAN ADE SARA



 BERITA :

Liputan6.com, Jakarta - Di usia muda yang masih 19 tahun, nyawa Ade Sara Angelina terenggut paksa oleh sang mantan kekasih, Ahmad Imam Al Hafitd dan Assyifa Ramadhani alias Sifa. Pembunuhan oleh sepasang kekasih yang merupakan teman SMU Sara itu diduga bermotif cinta segitiga.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto menyatakan, baik Hafitd maupun Sifa memiliki niat yang sama, yakni membunuh Sifa. Namun, keduanya memiliki motif yang berbeda.
Hafitd membunuh Sara karena kesal dan sakit hati setelah asanya untuk menemui gadis manis itu tak pernah digubris. Sementara Sifa termakan cemburu. Dia takut kekasihnya kembali menjalin hubungan dengan Sara. "(Pembunuhan ini) Motif yang berbeda, tapi niatnya sama."

"(Hafiz) Karena kesalnya (Sara) tidak bisa dihubungi. Assyifa cemburu. Kemudian timbul niat para pelaku, akan menghabisi Sara," pungkas Rikwanto di kantornya, Jakarta, Jumat (7/3/2014).

Hafitd meminta Sifa agar bisa bertemu Sara. Mereka akhirnya janjian bertemu di Gondangdia, Jakarta Pusat, pada Selasa 4 Maret malam. Saat itu Sara langsung dibawa masuk ke dalam mobil oleh keduanya. Di dalam mobil itulah Sara dianiaya kedua pelaku.

"Dalam mobil, Hafitd memukuli Sara dan menyetrumnya. Sedangkan Sifa bantu memegangi dan ikut memukul. Setelah pingsan Sifa menyumpal mulut Sara dengan koran," beber Rikwanto.

Setelah Sara meninggal, kemudian pelaku membuangnya di Jalan Tol Bintara Km 41, Bekasi Timur pada Rabu 5 Maret pukul 04.00 WIB. 



Kini pasangan kekasih itu telah ditangkap polisi pada Kamis 6 Maret kemarin. Hafitd ditangkap saat melayat korban di RSCM, sementara Sifa diamankan di kampusnya di bilangan Pulomas, Jakarta Timur. (Raden Trimutia Hatta)
 ANALISIS : DIBALIK PEMBUNUHAN ADE SARA
Menurut saya dari berita di atas, dapat dilihat bahwa adanya beberapa faktor yang menyebabkan sang mantan pacar (Hafitd) melakukan rencana pembunuhan terhadap korban (Ade Sara) , yang dibantu juga oleh pacar dari Hafitd sekarang yaitu (Sifa) . faktor-faktor yang dapat di lihat adalah sebagai berikut :
1. Dendam serta rasa sakit hati yang dirasakan oleh Hafitd lantaran usahanya untuk menemui Sara tidak pernah di gubris.
2. Rasa Cemburu yang di alami oleh Sifa (Pacar Hafitd), membuatnya berniat untuk melancarkan niat pembunuhan tersebut lantaran takut jika Hafitd dan Sara akan kembali bersama.

Jika dihubungkan dengan Psikologi Komunikasi, Kasus ini dapat digolongkan kedalam Psikoanalisis. Menurut pendiri psikoanalisis yaitu Sigmund Freud yang menjelaskan bahwa perilaku manusia terbagi menjadi 3 sub sistem yaitu Id,Ego, dan Superego. Dari sanalah dapat dilihat bahwa tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh Hafitd dan Sifa yang merenggut nyawa AdeSara merupakan salahsatu tindakan yang di akibat dari adanya Superego tinggi yang dialami oleh Hafitd dan Sifa, mereka berani melakukan tindakan pembunuhan hanya karena belandaskan Dendam, Cemburu, serta Rasa Sakit Hati. Dan tidak memikirkan dampak apakah yang akan muncul kedepan nya setelah rencana yang telah mereka susun dan telah dilaksanakan berakhir. 

Selasa, 01 September 2015

Carl Hovland's Biography


CARL HOVLAND


            Carl Iver Hovland known as one of psychologic researcher and one of the father of communication.  He was born in Chicago on June 12th 1912 and died on April 16th 1961. He was an amazing person that wrote many articles on “Journal of Experimental Psychology” when he was 32 years old. As a young professor, he also recruited by Samuel Stouffer in the War Department during World War II. And a month before his death, he was honored with the award of the Warren Medal by the Society of Experimental Psychologist.
            Carl Hovland entered Northwestern University at the age of 16, receiving his B.A. in 1932 and his M.A. the following year. Then he transferred to Yale, where he obtained the Ph.D. in 1936. By the time he had his doctorate, Hovland had published a dozen research papers and collected data for at least half a dozen. Four of these papers were in the American Journal of Physiology, two in the Yale Journal of Biology and Medicine, and others in Psychological Journals.
           Carl Hovland's influence on the methodology of social science research seemed different from other research. One of his best-known papers was the problems of reconciling conflicting results derived from experimental and survey studies of attitude change.
           His concern in human psychology and his spirit to do research about human psychology made us admired him as a researcher and as a teacher. We admired him as a researcher because of his spirit to study human psychology encourage us to keep his spirit to continue learning about human psychology. We also admired him as a teacher because of his journal we could learn many things about human psychology that we don’t know before.